Wisata Religi Pura Tanah Lot Bali Berpadu dengan Keindahan Alam dan Budayanya
Halo sahabat Pena Info, mengulas tentang indahnya Bali memang tidak akan ada habisnya, mulai dari keindahan alam dan budaya serta tradisinya.
Nah bagaimana jika anda mendapatkan pengalaman yang tak terlupakan di satu tempat dengan ketiga aspek tersebut? Menarik bukan?
Kali ini Pena Info akan membahas tentang Pura Tanah Lot. Pernahkah anda mendengar atau mengetahui tentang pesona Tanah Lot? Kalau belum berikut ini Pena Info akan menyajikan informasinya.
Pura Tanah Lot adalah satu diantara begitu banyaknya destinasi pariwisata religi dan salah satu objek wisata terkenal di Pulau Bali yang harus dikunjungi.
Hampir setiap hari objek wisata Tanah Lot selalu ramai dikunjungi wisatawan karena saking terkenalnya tempat wisata ini.
Lalu apa yang dimaksud dengan Pura Tanah Lot? Pura adalah tempat ibadah umat Hindu dan Tanah Lot berasal dari dua kata yaitu “Tanah” yang artinya tanah dan “Lot” yang artinya laut.
Dikarenakan letaknya di laut atau di pantai seperti mengambang saat air laut pasang maka dapat diartikan Tanah Lot adalah sebuah tanah atau pulau yang terletak di tengah laut, oleh karena itu masyarakat pun menyebutnya Tanah Lot.
Pura Tanah Lot juga merupakan tempat pemujaan kepada Dewa-Dewa penjaga lautan, namun wisatawan tidak diperbolehkan masuk ke dalam bangunan Pura untuk menjaga kesucian dan kesakralan tempat ibadah ini.
Banyak orang juga menyebut beliau dengan sebutan Pedanda Sakti Wawu Rauh atau Dang Hyang Dwijendra, beliau pertama kalinya tiba di Bali dari Blambangan pada tahun Saka 1411 atau 1489 Masehi.
Dang Hyang Nirartha berhenti di sebuah pantai setelah melakukan perjalanan yang sangat panjang, di pantai tersebut terdapat batu karang serta terdapat juga sumber mata air, batu karang itu disebut Gili Beo, ‘Gili’ yang berarti pulau kecil dan ‘Beo’ berarti burung.
Jadi Gili Beo berarti pulau kecil yang mirip seperti burung. Gili Beo dijaga dan diawasi oleh Bendesa Beraban Sakti dan pada waktu itu terletak di kawasan Desa Beraban, di tempat inilah Dang Hyang Nirartha beristirahat.
Tidak lama kemudian datanglah para nelayan yang ingin bertemu dengan beliau dan membawakan persembahan. Beliau sangat menikmati udara segar dengan pemandangan yang indah serta dapat melepaskan pandangan ke segala arah.
Malam hari beliau meluangkan waktunya untuk mengajarkan agama dan moral kepada masyarakat yang datang kepada beliau.
Kehadiran Pedanda Sakti Wawu Rauh atau yang biasa disebut Dang Hyang Dwijendra ini tidak disenangi oleh petinggi desa yaitu Bendesa Beraban Sakti dikarenakan ajarannya yang berbeda.
Kejadian tersebut membuat Bendesa Beraban Sakti sangat sangat marah, dia mengajak pengikut-pengikutnya untuk mengusir Dang Hyang Nirartha dari kawasan itu.
Kemudian untuk melindungi diri dari serangan Bendesa Beraban Sakti akhirnya dengan kekuatan supranatural, Dang Hyang Nirartha memindahkan Gili Beo ke tengah laut saat itu juga.
Beliau juga melemparkan selendang yang dipakainya ke tengah laut, tidak lama setelah itu selendang berubah menjadi ular.
Ular tersebut berwarna hitam dengan belang kuning berekor pipih yang sampai saat ini mempunyai tugas untuk menjaga Gili Beo agar selalu aman dari serangan-serangan jahat. Ular tersebut juga masih dapat dilihat sampai sekarang di Pura Tanah Lot.
Gili Beo berubah nama menjadi Tanah Lot setelah kejadian tersebut, pada akhirnya Bendesa Beraban Sakti mengakui kemampuan beliau karena melihat kesaktian Dang Hyang Nirartha dia menjadi abdi setia Dang Hyang Nirartha untuk melanjutkan mengajarkan agama Hindu kepada masyarakat.
Beliau menyarankan kepada masyarakat Desa Beraban untuk membuat Pura di Tanah Lot karena menurut getaran suci yang beliau rasakan di tempat ini adalah sebuah tempat yang sangat baik untuk memuja Tuhan.
Dari tempat ini masyarakat dapat menyembah kebesaran Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewa Laut untuk kesejahteraan dan keselamatan dunia.
Sebelum beliau melanjutkan perjalanan sucinya, Dang Hyang Nirartha menyerahkan sebuah keris sakti pada Bendesa Beraban Sakti. Keris tersebut bernama Jaramenara atau keris Ki Baru Gajah, keris tersebut memiliki kekuatan untuk menyembuhkan segala penyakit yang menyerang tanaman.
Keris tersebut masih tersimpan di Puri Kediri dan dibuatkan upacara keagamaan sesuai dengan kepercayaan umat Hindu di Pura Tanah Lot setiap 210 hari sekali.
Kesejahteraan masyarakat sangat meningkat pesat dengan hasil panen pertanian yang melimpah sejak melakukan upacara keagamaan dengan rutin.
Jaraknya sekitar 15 km ke arah barat kota Tabanan dan menempuh waktu sekitar 1,5 jam dari Bandara Ngurah Rai. Akses jalan sangat bagus karena sudah diperbaiki dan melewati jalan utama.
Pura Tanah Lot dengan latar senja kemerahan akan membuat fotomu menjadi sangat bagus. Tempat wisata ini menjadi satu diantara lokasi foto pre wedding di Bali yang sangat menakjubkan.
Harga yang ditawarkan awalnya relatif mahal, namun bukan tidak mungkin anda bisa mendapatkan harga yang lebih terjangkau dengan kemampuan tawarmenawar yang baik.
Di sini berkembang mitos bahwa ular suci yang berada di Tanah Lot menjadi pertanda akan ada bencana alam, tanda yang akan terlihat adalah adanya ratu atau raja ular laut yang berwarna merah.
Mitos yang lain yaitu tidak boleh membawa pasangan yang belum menikah karena akan segera berakhir.
Ritual upacara keagamaan biasanya dilakukan menjelang hari raya Galungan dan Kuningan, tepatnya pada Hari Suci Buda Cemeng Langkir.
Tepat pada hari tersebut, Pura Tanah Lot akan dipenuhi umat Hindu yang datang dari segala penjuru Bali untuk bersembahyang di tempat ini.
Beberapa wisatawan ada yang duduk santai, sambil menunggu keindahan pemandangan sunset dengan siluet Pura.
Harga Tiket Masuk:
Dewasa : Rp. 20.000 / orang
Anak-Anak : Rp. 15.000 / orang
Tarif Parkir:
Parkir Motor: Rp. 2.000 / motor
Parkir Mobil: Rp. 5000 / mobil
Parkir Bus: Rp. 10.000 / bus
*Perubahan harga dapat terjadi sewaktu-waktu.*
Tanah Lot merupakan objek wisata religi dengan berbagai keunikan dan panorama laut yang indah serta salah satu tempat terbaik di Bali untuk melihat matahari terbenam.
Bagaimana sahabat Pena Info? Tertarik untuk mengunjungi Tanah Lot? Pasti akan sangat menyenangkan jika anda dapat berkunjung ke Pura Tanah Lot nan indah ini.
Nah bagaimana jika anda mendapatkan pengalaman yang tak terlupakan di satu tempat dengan ketiga aspek tersebut? Menarik bukan?
Kali ini Pena Info akan membahas tentang Pura Tanah Lot. Pernahkah anda mendengar atau mengetahui tentang pesona Tanah Lot? Kalau belum berikut ini Pena Info akan menyajikan informasinya.
Pura Tanah Lot adalah satu diantara begitu banyaknya destinasi pariwisata religi dan salah satu objek wisata terkenal di Pulau Bali yang harus dikunjungi.
Hampir setiap hari objek wisata Tanah Lot selalu ramai dikunjungi wisatawan karena saking terkenalnya tempat wisata ini.
Lalu apa yang dimaksud dengan Pura Tanah Lot? Pura adalah tempat ibadah umat Hindu dan Tanah Lot berasal dari dua kata yaitu “Tanah” yang artinya tanah dan “Lot” yang artinya laut.
Dikarenakan letaknya di laut atau di pantai seperti mengambang saat air laut pasang maka dapat diartikan Tanah Lot adalah sebuah tanah atau pulau yang terletak di tengah laut, oleh karena itu masyarakat pun menyebutnya Tanah Lot.
Pura Tanah Lot juga merupakan tempat pemujaan kepada Dewa-Dewa penjaga lautan, namun wisatawan tidak diperbolehkan masuk ke dalam bangunan Pura untuk menjaga kesucian dan kesakralan tempat ibadah ini.
Sejarah Pura Tanah Lot
Cerita asal mula berdirinya Pura Tanah Lot ini sangat berhubungan dengan kisah dari seorang pendeta suci dari Blambangan, Pulau Jawa yang bernama Dang Hyang Nirartha ke Pulau Bali untuk menyebar luaskan wahyu atau wejangan-wejangan agama Hindu.Banyak orang juga menyebut beliau dengan sebutan Pedanda Sakti Wawu Rauh atau Dang Hyang Dwijendra, beliau pertama kalinya tiba di Bali dari Blambangan pada tahun Saka 1411 atau 1489 Masehi.
Dang Hyang Nirartha berhenti di sebuah pantai setelah melakukan perjalanan yang sangat panjang, di pantai tersebut terdapat batu karang serta terdapat juga sumber mata air, batu karang itu disebut Gili Beo, ‘Gili’ yang berarti pulau kecil dan ‘Beo’ berarti burung.
Jadi Gili Beo berarti pulau kecil yang mirip seperti burung. Gili Beo dijaga dan diawasi oleh Bendesa Beraban Sakti dan pada waktu itu terletak di kawasan Desa Beraban, di tempat inilah Dang Hyang Nirartha beristirahat.
Tidak lama kemudian datanglah para nelayan yang ingin bertemu dengan beliau dan membawakan persembahan. Beliau sangat menikmati udara segar dengan pemandangan yang indah serta dapat melepaskan pandangan ke segala arah.
Malam hari beliau meluangkan waktunya untuk mengajarkan agama dan moral kepada masyarakat yang datang kepada beliau.
Kehadiran Pedanda Sakti Wawu Rauh atau yang biasa disebut Dang Hyang Dwijendra ini tidak disenangi oleh petinggi desa yaitu Bendesa Beraban Sakti dikarenakan ajarannya yang berbeda.
Kejadian tersebut membuat Bendesa Beraban Sakti sangat sangat marah, dia mengajak pengikut-pengikutnya untuk mengusir Dang Hyang Nirartha dari kawasan itu.
Kemudian untuk melindungi diri dari serangan Bendesa Beraban Sakti akhirnya dengan kekuatan supranatural, Dang Hyang Nirartha memindahkan Gili Beo ke tengah laut saat itu juga.
Beliau juga melemparkan selendang yang dipakainya ke tengah laut, tidak lama setelah itu selendang berubah menjadi ular.
Ular tersebut berwarna hitam dengan belang kuning berekor pipih yang sampai saat ini mempunyai tugas untuk menjaga Gili Beo agar selalu aman dari serangan-serangan jahat. Ular tersebut juga masih dapat dilihat sampai sekarang di Pura Tanah Lot.
Gili Beo berubah nama menjadi Tanah Lot setelah kejadian tersebut, pada akhirnya Bendesa Beraban Sakti mengakui kemampuan beliau karena melihat kesaktian Dang Hyang Nirartha dia menjadi abdi setia Dang Hyang Nirartha untuk melanjutkan mengajarkan agama Hindu kepada masyarakat.
Beliau menyarankan kepada masyarakat Desa Beraban untuk membuat Pura di Tanah Lot karena menurut getaran suci yang beliau rasakan di tempat ini adalah sebuah tempat yang sangat baik untuk memuja Tuhan.
Dari tempat ini masyarakat dapat menyembah kebesaran Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewa Laut untuk kesejahteraan dan keselamatan dunia.
Sebelum beliau melanjutkan perjalanan sucinya, Dang Hyang Nirartha menyerahkan sebuah keris sakti pada Bendesa Beraban Sakti. Keris tersebut bernama Jaramenara atau keris Ki Baru Gajah, keris tersebut memiliki kekuatan untuk menyembuhkan segala penyakit yang menyerang tanaman.
Keris tersebut masih tersimpan di Puri Kediri dan dibuatkan upacara keagamaan sesuai dengan kepercayaan umat Hindu di Pura Tanah Lot setiap 210 hari sekali.
Kesejahteraan masyarakat sangat meningkat pesat dengan hasil panen pertanian yang melimpah sejak melakukan upacara keagamaan dengan rutin.
Lokasi dan Akses
Tanah Lot berlokasi di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Agar dapat mencapai lokasi ini tidak perlu khawatir tersesat, ada banyak papan penunjuk jalan ke arah Tanah Lot karena tempat wisata ini sangat terkenal di Bali.Jaraknya sekitar 15 km ke arah barat kota Tabanan dan menempuh waktu sekitar 1,5 jam dari Bandara Ngurah Rai. Akses jalan sangat bagus karena sudah diperbaiki dan melewati jalan utama.
Daya Tarik Wisata
Saat memasuki lokasi Pura Tanah Lot, anda akan terpesona dengan keindahan yang ada di depanmu. Meskipun anda tidak diizinkan untuk masuk ke dalam area Pura, namun masih ada hal menarik yang bisa anda lakukan di Tanah Lot diantaranya adalah:Berfoto
Dengan mengabadikan keindahannya ke dalam bingkai foto anda bisa mengenang kembali pesona Tanah Lot dari mana pun dan kapan pun. Siapkan kameramu, pemandangan matahari terbenam di tempat ini menjadi objek foto yang banyak diincar para fotografer.Pura Tanah Lot dengan latar senja kemerahan akan membuat fotomu menjadi sangat bagus. Tempat wisata ini menjadi satu diantara lokasi foto pre wedding di Bali yang sangat menakjubkan.
Berburu souvenir
Terdapat pasar seni tradisional yang menawarkan beragam kerajinan tangan khas Bali di sepanjang jalan masuk menuju Pura Tanah Lot.Harga yang ditawarkan awalnya relatif mahal, namun bukan tidak mungkin anda bisa mendapatkan harga yang lebih terjangkau dengan kemampuan tawarmenawar yang baik.
Mengetahui mitos
Setiap tempat memang memiliki mitos-mitos unik yang beredar dan dipercaya, di Tanah Lot pun juga demikian.Di sini berkembang mitos bahwa ular suci yang berada di Tanah Lot menjadi pertanda akan ada bencana alam, tanda yang akan terlihat adalah adanya ratu atau raja ular laut yang berwarna merah.
Mitos yang lain yaitu tidak boleh membawa pasangan yang belum menikah karena akan segera berakhir.
Upacara keagamaan
Upacara keagamaan atau Odalan di Pura Tanah lot diperingati setiap 210 hari sekali, seperti Pura di tempat lain pada umumnya.Ritual upacara keagamaan biasanya dilakukan menjelang hari raya Galungan dan Kuningan, tepatnya pada Hari Suci Buda Cemeng Langkir.
Tepat pada hari tersebut, Pura Tanah Lot akan dipenuhi umat Hindu yang datang dari segala penjuru Bali untuk bersembahyang di tempat ini.
Menikmati matahari terbenam
Waktu paling ramai wisatawan berkunjung adalah sore hari menjelang matahari terbenam. Aktivitas wisatawan pada saat berada di kawasan Pura Tanah-Lot, sebagian besar adalah jalan-jalan dan foto-foto.Beberapa wisatawan ada yang duduk santai, sambil menunggu keindahan pemandangan sunset dengan siluet Pura.
Daftar Harga Tiket Masuk
Setiap wisatawan diwajibkan membayar tiket masuk untuk dapat memasuki objek wisata Tanah Lot. Berikut ini adalah harga per 1 Januari 2017.Harga Tiket Masuk:
Dewasa : Rp. 20.000 / orang
Anak-Anak : Rp. 15.000 / orang
Tarif Parkir:
Parkir Motor: Rp. 2.000 / motor
Parkir Mobil: Rp. 5000 / mobil
Parkir Bus: Rp. 10.000 / bus
*Perubahan harga dapat terjadi sewaktu-waktu.*
Tanah Lot merupakan objek wisata religi dengan berbagai keunikan dan panorama laut yang indah serta salah satu tempat terbaik di Bali untuk melihat matahari terbenam.
Bagaimana sahabat Pena Info? Tertarik untuk mengunjungi Tanah Lot? Pasti akan sangat menyenangkan jika anda dapat berkunjung ke Pura Tanah Lot nan indah ini.
Join the conversation